Senin, 09 September 2013

Ibu dan Kecerdasan Anak

Berawal dari obrolan santai di tempat makan salah satu mall di Jogjakarta, kami bertiga antusias menceritakan tentang wanita. Setidaknya dari sekian banyak obrolan kami yang ngalor-ngidul, ada satu obrolan yang ‘berbobot’. Kami pun asyik membicarakan tentang ibu dan kecerdasan anak.
Barangkali kita terlampau sering mendengarkan sebuah nasihat yang diambil dari sebuah hadist:

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)




Mengapa seperti demikian? Saya rasa Allah telah mengatur semuanya dengan begitu sempurna. Dalam hal ini, peranan seorang ibu sangat besar. Beliau yang telah mengandung kita selama 9 bulan, melahirkan, menyusui, dan merawat. Akan tetapi ada hal yang mungkin tidak diketahui banyak orang bahwa peranan unit terkecil dalam tubuh pun ternyata didapatkan dari ibu dan kecerdasan seorang anak pun diturunkan dari ibunya. Mungkin itulah mengapa Rasulullah menyuruh kita untuk meminta maaf kepada ibu sebanyak tiga kali, kemudian ayah.

Berbicara lebih jauh lagi, saya rasa kita tidak asing dengan bagaimana terciptanya suatu makhluk hidup yang pernah kita peroleh di sekolah dulu. Sebuah janin yang dikandung oleh seorang ibu adalah hasil peleburan dari sperma dan ovum (sel telur). Gen penyandi kecerdasan dan IQ ternyata ada di dalam mitokondria sel telur ibu. Sementara mitokondria dari ayah ada pada ekor dan ketika sperma masuk ke dalam ovum, ekor sperma tidak ikut masuk ke dalam sel telur (lebih jelasnya baca buku tentang reproduksi).

Dengan kata lain, penyumbang sebagian besar gen anak adalah dari ibu. Tapi apakah berhenti disitu? Apakah ibu dengan IQ rendah atau dapat dibilang tidak cerdas akan melahirkan anak yang sama? Ataukah ibu dengan IQ di atas rata-rata selalu melahirkan anak dengan IQ yang di atas rata-rata pula? Bagaimana dengan seseorang yang ber-IQ rendah dan tidak berpendidikan tetapi mampu menemukan sebuah karya atau inovasi terbaru?

Saya jadi teringat adik kelas saya sewaktu SMP, dia hanya anak dari seorang pekerja bengkel dan ibu rumah tangga tetapi yang mencengangkan adalah dia mampu menjuarai olimpiade matematika tingkat internasional. Hal yang berlawanan datang dari teman sekelas saya sewaktu SMA dimana rata-rata IQ dia di atas rata-rata. Tidak heran jika semua anggota keluarganya menjadi dokter, mulai dari ayah, ibu, kakak, bahkan teman saya pun juga saat ini menjadi dokter. Perlu diketahui teman saya masuk dokter dengan jalur tes bukan jalur mandiri.

Saya memutar otak, mencoba mengingat kembali mata kuliah semester satu saya yaitu genetika molekuler. Dijelaskan bahwa fenotip suatu makhluk hidup ditentukan oleh gen dan lingkungan. Seorang ahli genetika pemenang Max Planck Research Award (1990) dan Japan Academy Prize (1996), Kazuo Murakami, dalam bukunya yang berjudul The Divine Message of The DNA menyatakan bahwa ada tiga faktor yang terlibat dalam aktivasi gen: gen itu sendiri, lingkungan, dan pikiran. Menurut beliau, memang benar bahwa kecerdasan dan kemampuan atletik berkaitan dengan gen. Namun, hal ini tidak berarti bahwa orang tersebut sama sekali tidak memiliki kemampuan tersebut. Kemampuan tersebut ada tetapi belum dinyalakan.

Seorang teman pernah mengatakan, bahwa ada tetangga yang memiliki anak dengan kecerdasan di bawah rata-rata. Setelah ditelusuri ternyata ibu sang anak ini melahirkan anaknya di usia yang sangat tua. Dari Murakami, bahwa seorang pengarang Jepang ternama Natsume Soseki juga dilahirkan ketika orang tuanya lanjut usia sehingga ia dipanggil “anak memalukan”. Soseki tidak cacat, ia malah menciptakan suatu karya sastra yang luar biasa. Murakami berpendapat bahwa siapa pun dapat membangun bakat-bakat luar biasa yang terkungkung secara dorman di dalam. Yang harus mereka lakukan adalah belajar untuk mengaktifkan gen mereka.

***

Ibu memang memiliki peran yang sangat besar dalam menyumbangkan gen ke anaknya. Memang benar adanya bahwa kecerdasan seorang anak diturunkan dari gen ibunya. Namun, ada hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal ini meliputi nutrisi dan lingkungan.
Seorang anak yang lahir dari ibu yang cerdas, nutrisi yang bagus, lingkungan dan pendidikan yang mendukung, (Insya Allah) akan menjadi anak yang cerdas juga.


“Entah akan menjadi berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas” (Dian Sastrowardoyo)


Yogyakarta, 08 September 2013 -22.01-
*sambil berdoa agar memiliki anak yang cerdas suatu saat nanti

hahahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar