Berawal dari
obrolan santai di tempat makan salah satu mall di Jogjakarta, kami bertiga
antusias menceritakan tentang wanita. Setidaknya dari sekian banyak obrolan
kami yang ngalor-ngidul, ada satu
obrolan yang ‘berbobot’. Kami pun asyik membicarakan tentang ibu dan kecerdasan
anak.
Barangkali kita
terlampau sering mendengarkan sebuah nasihat yang diambil dari sebuah hadist:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Mengapa seperti
demikian? Saya rasa Allah telah mengatur semuanya dengan begitu sempurna. Dalam
hal ini, peranan seorang ibu sangat besar. Beliau yang telah mengandung kita
selama 9 bulan, melahirkan, menyusui, dan merawat. Akan tetapi ada hal yang
mungkin tidak diketahui banyak orang bahwa peranan unit terkecil dalam tubuh
pun ternyata didapatkan dari ibu dan kecerdasan seorang anak pun diturunkan
dari ibunya. Mungkin itulah mengapa Rasulullah menyuruh kita untuk meminta maaf
kepada ibu sebanyak tiga kali, kemudian ayah.
Berbicara lebih
jauh lagi, saya rasa kita tidak asing dengan bagaimana terciptanya suatu
makhluk hidup yang pernah kita peroleh di sekolah dulu. Sebuah janin yang
dikandung oleh seorang ibu adalah hasil peleburan dari sperma dan ovum (sel
telur). Gen penyandi kecerdasan dan IQ ternyata ada di dalam mitokondria sel
telur ibu. Sementara mitokondria dari ayah ada pada ekor dan ketika sperma
masuk ke dalam ovum, ekor sperma tidak ikut masuk ke dalam sel telur (lebih
jelasnya baca buku tentang reproduksi).
Dengan kata lain,
penyumbang sebagian besar gen anak adalah dari ibu. Tapi apakah berhenti
disitu? Apakah ibu dengan IQ rendah atau dapat dibilang tidak cerdas akan
melahirkan anak yang sama? Ataukah ibu dengan IQ di atas rata-rata selalu
melahirkan anak dengan IQ yang di atas rata-rata pula? Bagaimana dengan
seseorang yang ber-IQ rendah dan tidak berpendidikan tetapi mampu menemukan
sebuah karya atau inovasi terbaru?
Saya jadi teringat
adik kelas saya sewaktu SMP, dia hanya anak dari seorang pekerja bengkel dan
ibu rumah tangga tetapi yang mencengangkan adalah dia mampu menjuarai olimpiade
matematika tingkat internasional. Hal yang berlawanan datang dari teman sekelas
saya sewaktu SMA dimana rata-rata IQ dia di atas rata-rata. Tidak heran jika semua
anggota keluarganya menjadi dokter, mulai dari ayah, ibu, kakak, bahkan teman
saya pun juga saat ini menjadi dokter. Perlu diketahui teman saya masuk dokter
dengan jalur tes bukan jalur mandiri.
Saya memutar otak,
mencoba mengingat kembali mata kuliah semester satu saya yaitu genetika
molekuler. Dijelaskan bahwa fenotip suatu makhluk hidup ditentukan oleh gen dan
lingkungan. Seorang ahli genetika pemenang Max Planck Research Award (1990) dan
Japan Academy Prize (1996), Kazuo Murakami, dalam bukunya yang berjudul The
Divine Message of The DNA menyatakan bahwa ada tiga faktor yang terlibat dalam
aktivasi gen: gen itu sendiri, lingkungan, dan pikiran. Menurut beliau, memang
benar bahwa kecerdasan dan kemampuan atletik berkaitan dengan gen. Namun, hal
ini tidak berarti bahwa orang tersebut sama sekali tidak memiliki kemampuan
tersebut. Kemampuan tersebut ada tetapi belum dinyalakan.
Seorang teman
pernah mengatakan, bahwa ada tetangga yang memiliki anak dengan kecerdasan di
bawah rata-rata. Setelah ditelusuri ternyata ibu sang anak ini melahirkan
anaknya di usia yang sangat tua. Dari Murakami, bahwa seorang pengarang Jepang
ternama Natsume Soseki juga dilahirkan ketika orang tuanya lanjut usia sehingga
ia dipanggil “anak memalukan”. Soseki tidak cacat, ia malah menciptakan suatu
karya sastra yang luar biasa. Murakami berpendapat bahwa siapa pun dapat
membangun bakat-bakat luar biasa yang terkungkung secara dorman di dalam. Yang
harus mereka lakukan adalah belajar untuk mengaktifkan gen mereka.
***
Ibu memang memiliki
peran yang sangat besar dalam menyumbangkan gen ke anaknya. Memang benar adanya
bahwa kecerdasan seorang anak diturunkan dari gen ibunya. Namun, ada hal yang
tidak boleh kita lupakan yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal ini meliputi
nutrisi dan lingkungan.
Seorang anak yang
lahir dari ibu yang cerdas, nutrisi yang bagus, lingkungan dan pendidikan yang
mendukung, (Insya Allah) akan menjadi anak yang cerdas juga.
“Entah
akan menjadi berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib
berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan
menghasilkan anak-anak cerdas” (Dian Sastrowardoyo)
Yogyakarta, 08 September 2013 -22.01-
*sambil berdoa agar memiliki anak yang cerdas
suatu saat nanti
hahahahaha